Jayaberita – Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berjanji bakal menghentikan impor bahan pangan jika terpilih menjadi orang nomor 1 di Indonesia. Hal itu diungkapkannya saat debat keempat capres.
Menurut peneliti dari Indef Bhima Yudhistira, sikap Prabowo Subianto yang tidak ingin mengimpor pangan ada yang bisa diwujudkan dan tidak.
“Jadi kalau dilihat memang Indonesia ini tidak semua produk pertanian bisa diproduksi karena ada perbedaan iklim, kemudian perbedaan ketak geografis,” kata Bhima saat dihubungi Jayaberita, Jakarta, Minggu (31/3/2019).
Pangan yang harus diimpor oleh Indonesia adalah gandum. Bhima menjelaskan, Indonesia masih belum bisa menanam gandum karena letak geografisnya.
Pangan yang harus diimpor oleh Indonesia adalah gandum. Bhima menjelaskan, Indonesia masih belum bisa menanam gandum karena letak geografisnya.
Sedangkan yang impornya bisa disetop seperti beras. Menurut dia, beras premium, medium, maupun kualitas rendah bisa ditanam di tanah air. Selanjutnya, jagung dan kedelai.
“Salah satunya adalah beras atau padi, jagung, kedelai itu sebetulnya bisa dan cocok di daerah tropis seperti Indonesia,” ujar Bhima.
Untuk merealisasikan hal itu, kata Bhima, diperlukan regenerasi petani serta pemberian insentif dari pemerintah guna memajukan sektor pertanian nasional.
Bhima menceritakan, kondisi petani nasional rata-rata usianya sudah non produktif alias 45 tahun. Hal ini berbeda dengan Jepang, para generasi milenialnya mau menjadi petani.
“Di Jepang anak muda sudah mulai menggantikan petani yang tua dengan urban farming-nya, kemudian menanam padi di perkantoran misalnya, atau menciptakan teknologi inovasi untuk mendorong sektor pertanian, khususnya padi, sehingga Jepang mengekspor kelebihan surplus padinya sampai ke Indonesia. Itu karena keberhasilan regenerasi petani,” jelas dia.
Tidak hanya itu, Bhima mengungkapkan kegiatan impor pangan bukan sesuatu yang diharamkan. Hanya saja, perlu momentum atau waktu impor yang tepat. Misalnya, tidak impor di saat masuk musim panen.
Pasalnya, jika impor seperti beras di waktu musim panen maka harga produk petani lokal akan menjadi rendah.
“Jadi momentum atau waktu pengelolaan impor yang tepat, tidak memukul harga di level petani nah itu bisa ditolerir,” ungkap dia.